Kalau kita memang sudah punya
karep kuat untuk ngawula, sekali lagi perlu “mulat sarira”; bila hati memang “hangrasa
wani”, untuk ngawula, teruskan langkah dengan mantap. Demikian kurang-lebihnya penutup tulisan Serat Wulangreh, Pesan Untuk Ngawula (3): Rumeksa marang gusti.
Ngawula itu berat dan ngawula tidak gampang.
Dibutukkan kemantapan hati disertai keikhlasan lahir dan batin. Bila belum siap lahir dan batin, jangan ngawula dulu. Pikirkan hal yang lain saja.
Penjelasannya
sebagai berikut:
TIDAK
RAGU, MANTAP, SETIA, MELAKSANAKAN SEMUA PERINTAH
Disebutkan oleh Sri
Pakubuwana IV dalam Serat Wulangreh, pupuh Megatruh bait pertama pada gambar sebelah kiri, bahwa orang
ngawula kepada raja itu lebih berat (luwih pakewuh), tidak boleh ragu-ragu
(minggrang-minggring), harus mantap (mantêp), setia (sêtyatuhu) dan melaksanakan semua perintah (miturut
sapakon).
IKHLAS
LAHIR BATIN
Selanjutnya pada bait ke 2 dan 3 di bawah disebutkan bahwa raja
melaksanakan perintah Tuhan melaksanakan hukum yang berkeadilan (ratu kinarya wakil Hyang Agung; marentahkên
kukum adil), oleh sebab itu harus
diikuti (pramila wajib dèn ênut). Siapa yang
mengabaikan perintah raja sama dengan mengingkari perintah Tuhan (kang sapa tan manut ugi; mring parentahe sang
katong; aprasasat badaling
karsa Hyang Agung). Oleh sebab itu siapa
yang akan ngawula kepada raja harus ikhlas lahir batin supaya tidak menemukan
kesusahan (mulane babo wong urip; saparsa ngawulèng ratu; kudu eklas lair batin; aja nganti nêmu
ewoh). Lengkapnya bait ke
2-3 pupuh Megatruh sebagai berikut:
RAJIN SEBA
“Seba” adalah hadir
pada pisowanan. Mengenai rajin “seba” ini sudah disebutkan pada tulisan Serat Wulangreh, Pesan Untuk Ngawula (1): Ngawula tidak gampang: “ .....dèn pêthêl aseba ....” (Pupuh Maskumambang bait ke 25). Adapun pada pupuh
Megatruh bait ke 11 disebutkan semua berkewajiban “seba” pada hari sang prabu
hadir maupun tidak hadir. Lengkapnya bait ke 11 seperti pada gambar sebelah atas kiri
Jaman sekarang memang tidak ada yang namanya
paseban, tetapi pertemuan seperti sidang
atau rapat kan tetap ada. Sudah biasa kalau pimpinan tidak ada atau mewakilkan
maka anak buah pun tidak hadir atau juga mewakilkan kepada pejabat dibawahnya. Disini ditekankan, walau raja tidak ada, jangan kosong.
BILA
BELUM MANTAP JANGAN CEPAT-CEPAT MAU NGAWULA
Itulah perlunya “mulat sarira” bertanya pada
diri sendiri dengan sungguh-sungguh. Sudah siapkah saya mengabdi? Kalau belum, disebutkan
pada bait ke 4 pupuh Megatruh bahwa bila hati belum mantap (yèn ati durung tuwajuh) lebih baik tidak usah mengabdi (angur ta aja angabdi). Lebih pas nembang saja dulu, jangan cepat-cepat
mengabdi, kalau batin belum ikhlas (bêcik
ngindhunga karuhun; aja age-age ngabdi; yèn durung eklas ing
batos). Selanjutnya
pada bait ke 5 disebutkan bahwa nembang itu tidak sulit (nora ewuh),
tidak ada yang iri (ora nana kang ngiri), tidak banyak biaya
(mungkul: tidak royal), tidak ada tugas jaga (tungguk kêmit)
dan tidak perlu menghadap raja (seba mapan nora
nganggo).
Bait 4 dan 5 selengkapnya sebagai berikut:
PENUTUP
Kalau mau bebas ya tidak usah ngawula, tetapi
jangan ngresula juga. Pada bait ke 6 pupuh Megatruh pada gambar sebelah kiri disebutkan bagi orang yang
tidak ngawula: Cuma kalau ada keramaian di jalan, jalan mondar-mandir tanpa
keris, kedua tangan di belakang, berselimut kain kemudian jongkok di pinggir
bango (semacam kios tidak permanen).
Manusia memang harus memilih. Dalam hal ini
adalah ngawula atau tidak ngawula. Kalau sudah mantap untuk ngawula ya ngawula
yang baik, melaksanakan tugas pokok dan fungsi dengan penuh tanggungjawab
(IwMM)
No comments:
Post a Comment