Friday, December 30, 2011

SERAT WULANGREH: MANUSIA DAN KERBAU


Cukup banyak saya tulis ungkapan tentang “kerbau” Antara lain: Bodho kaya kebo, Kebo nusu (nyusu) gudel, Aja cedhak kebo gupak, Kebo kabotan sungu, Kebo bule mati setra dan Kebo mulih menyang kandhange. Ungkapan terakhir lebih bersifat umum. Tetapi ungkapan pertama sampai dengan ke lima, sepertinya memojokkan kerbau sebagai perumpamaan orang yang bodoh, sengsara, tidak bermanfaat bahkan mengajak tidak baik.


BANYAK SEKALI UNGKAPAN DENGAN “KERBAU"

Sebenarnya masih ada beberapa ungkapan yang meminjam nama kerbau yang maknanya juga tidak enak:

1.    Kebo lumumpat ing palang: Orang yang tidak mematuhi peraturan yang seharusnya. Digunakan sebagai perumpamaan untuk orang-orang yang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tidak hanya para pelanggar hukum tetapi juga untuk penegak hukum yang mengadili suatu perkara tanpa proses yang benar
2.    Kebo mutung ing pasangan: Orang yang putus asa dan meninggalkan pekerjaannya
3.    Kebo ilang tombok kandhang: Sudah kehilangan masih harus keluar biaya banyak. Bisa digunakan sebagai perumpamaan untuk orang yang titimpa kemalangan bertubi-tubi.
4.    Digarokake dilukoake kaya si kebo dhebleng: Disuruh kerja keras lebih dari satu macam (garu dan luku) dan nyaris tidak sempat istirahat
5.    Dikebo ranggah: Dijadikan tumbal (kerbau sering dijadikan tumbal: Misal menanam kepala kerbau untuk memulai suatu pekerjaan bangunan)

Sampai disini sudah ada sebelas ungkapan yang meminjam nama “kerbau” yang seandainya saya adalah kerbau, maka saya akan protes melalui perwakilan kerbau, kalau ada

MASIH BAIKAN KERBAU DARIPADA MANUSIA

Beruntunglah saya membaca Serat Wulangreh. Terhiburlah hati saya, karena dalam pupuh ke 11, sekar Asmaradana bait ke lima disebutkan:

 
Terjemahan: Tidak gampang orang hidup; Kalau tidak tahu hidupnya; Hidupnya sama dengan kerbau; Lebih baik daging kerbau; masih boleh dimakan; Sedangkan daging manusia; Kalau dimakan pasti haram.
Serat Wulangreh terdiri dari 13 pupuh (metrum tembang). Sekar Asmaradana adalah pupuh ke 11. Pada pupuh pupuh sebelumnya telah banyak pitutur (nasihat) dan wewaler (larangan) yang disampaikan Susuhunan Pakubuwana IV supaya manusia bisa melaksanakan kehidupannya dalam berhubungan dengan sesama manusia maupun dalam berhubungan dengan Allah Swt.

Kurang-lebihnya, manusia yang tidak tahu tentang itu, disamakan dengan kerbau. Bahkan masih lebih baik kerbau karena dagingnya bisa dimakan (IwMM).

No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST