Thursday, August 1, 2013

ORANG BERTINDAK DAN PERILAKUNYA DALAM PARIBASAN JAWA

Dalam melakukan sesuatu, perilaku manusia bisa bermacam-macam sesuai situasi dan kondisinya. Di bawah adalah beberapa contoh paribasan Jawa terkait dengan tindakan manusia dan bagaimana kelakuan manusia dalam bertindak.
 
 
A. TINDAKAN MANUSIA
 
 
1. BILA TEORI TIDAK SESUAI KENYATAAN
 
Banyak hal yang sudah kita rencanakan dengan baik, sesuai teori yang lazim, ternyata waktu dilaksanakan  semuanya meleset. Dalam paribasan Jawa dikatakan: OLEH ETUNGE LUPUT SUNDUKE. Nalar dan teori sudah betul tetapi ketika diterapkan hasilnya tidak tepat. 
 
Salah satu contoh sederhana adalah dalam resepsi pernikahan hidangan diperhitungkan cukup, bahkan dilebihkan 10 persen dari jumlah undangan. Ternyata sajian makanan habis sebelum waktunya. Rupanya banyak tamu tidak diundang bermodal baju batik dan amplop kosong ikut numpang makan disitu.
 
 
2. TIDAK IKHLAS
 
Ada orang yang secara lahir kelihatannya ikhlas tetapi batinnya masih ngganjal. Apabila hal ini terkait dengan memberi atau meminjamkan sesuatu, akhirnya barang tersebut tidak jadi diberikan atau dipinjamkan. Dalam paribasan Jawa dikatakan: DIULUNGAKE ENDHASE DIGONDHELI BUNTUTE (Diulungake: diberikan; digondheli: ditahan/dipegang erat). 
 
Contoh sederhana adalah: Ada teman mau pinjam sepeda motor, motor saya berikan tetapi STNKnya tidak. Bahkan masih saya beri pesan: “Nanti bensinnya mohon diisi”. Akhirnya teman saya tidak jadi pinjam.
 
 
3. GEGABAH, BURUK BAIK DISAMARATAKAN
 
Tanpa pikir panjang, perbuatan besar kecil, baik buruk, dianggap sama saja. Bisa juga suatu kondisi. Misalnya orang gemuk umumnya makannya banyak. Tetapi perlu dicatat bahwa orang yang makannya banyak belum tentu ia gemuk. Dalam paribasan Jawa disebut dengan DIGEBYAH UYAH atau CARUK BANYU.
 
 
4. TIDAK MAWAS DIRI
 
Mencela orang lain, tidak menyadari bahwa dirinya sendiri juga penuh cacat cela. Dalam paribasan Jawa dikatakan: KAWUK ORA WERUH MARANG SALIRANE (Kawuk: Badan yang sudah amat tua).
 
 
5. TERLALU PEMILIH
 
Ada orang yang kalau memilih sesuatu amat lama, tetapi akhirnya malah dapat yang jelek. Dalam paribasan Jawa dikatakan: PILIH-PILIH TEBU. Bisa juga ditambah kata BOLENG di belakang kata TEBU.
 
Mengapa “tebu” yang dipilih, mari kita lihat suasana orang yang mau memilih satu diantara sekian banyak batang tebu. Nyaris sama semuanya,  dan karena capek memilih, akhirnya ambil satu, ternyata malah yang paling jelek (boleng). Paribasan ini banyak dikaitkan dengan wanita yang sulit pilih suami. Selalu ada kurang ini itunya. Karena usia semakin tua dan harus memilih, akhirnya wanita itu menjatuhkan pilihan, dan ternyata yang dipilih adalah yang terjelek dari semua yang pernah ia pilih.
 
 
6. TEKAD YANG SUDAH BULAT
 
Bila tekad sudah bulat, ulat madhep ati karep untuk melakukan sesuatu, maka ia akan pantang mundur. Semua penghalang akan dia babat habis. Semangatnya adalah: RAWE-RAWE RANTAS MALANG-MALANG PUTUNG. Semua yang rawe-rawe (terjurai dihadapannya) akan rantas dan semua yang malang-malang (menghalangi jalan) akan dipatahkan habis.
 
 
7. TIDAK MENGAMBIL RISIKO
 
Kebalikan dari orang yang “rawe-rawe rantas malang-malang putung”, teman yang satu ini lebih memilih tidak mengambil risiko. Kalau di depan ada penghalang, mengapa tidak kita singkiri saja dan cari jalan lain. Orang seperti ini sering dicap pengecut, walau sebenarnya tidak. Ia tidak melarikan diri, hanya mencari jalan simpang. Dalam paribasan Jawa dikatakan: ANA BAPANG SUMIMPANG (Bapang: papan yang dipaku pada tiang diletakkan di pinggir jalan untuk petunjuk nama jalan atau nama desa)
 
 
8. TIDAK ADA MASALAH
 
Bila tidak ada hal-hal yang mengkhawatirkan, tentunya tidak ada alasan untuk bingung. Kita katakan ORA ANA BALUNG RINE dadi ora susah sumelang. (Balung: Tulang; Ri: Duri, karena dikaitkan dengan balung maka yang dimaksud adalah duri ikan; Sumelang: was-was).
 
Hati-hati kalau yang mengatakan “ora ana balung rine” ini adalah orang yang gegabah atau orang yang mau menyesatkan kita. “Ora ana balung rine mas, pokoke aman. Diterima saja”. Kalau ini barang tidak halal, bisa menyesal di kemudian hari.
 
 
 
B. RESPONS PERILAKU MANUSIA DALAM BERTINDAK
 
Pada umumnya yang “action”nya tampak nyata saja yang banyak diungkapkan dalam paribasan. “Action” yang wajar-wajar saja rupanya tidak begitu menarik untuk diungkapkan dalam paribasan. Di bawah adalah beberapa contoh:
 
 
1. KAYA DIDADAH LENGA KEPUH
 
Dadah: Pijat/Urut; Lenga: Minyak; Kepuh: Sejenis pohon besar di hutan. Arti harfiah “didadah lenga kepuh” adalah diurut dengan menggunakan minyak pohon kepuh, yang merupakan pohon dari hutan. Orang yang “didadah nganggo lenga kepuh” dengan demikian mewakili perilaku orang yang tidak tahu tatakrama, seperti orang terisolir yang jauh dari norma pergaulan bermasyarakat umum.
 
 
2. KAYA KINJENG TANPA SOCA
 
Soca: Mata. Orang yang gerakannya diibaratkan seperti capung tanpa mata adalah orang yang kesana kemari tanpa tujuan yang jelas.
 
 
3. KAYA JANGKRIK MAMBU KILI
 
Bagi yang suka adu jangkrik tentu tahu gambaran “jangkrik” yang dikili-kili bagian depan kepalanya. Ia akan melabrak bahkan menggigit alat pengili kita. Demikian pula gerakan orang ngamuk membabibuta yang digambarkan sebagai jangkrik mambu kili.
 
CATATAN:
 
Ungkapan “kaya jangkrik mambu kili” banyak digunakan dalam menggambarkan bagaimana gerakan seorang prajurit dalam berperang. Dalam hal ini adalah untuk cara berperang yang membabibuta. Contoh lain: Seorang yang lincah dalam gerakannya dikatakan sebagai: KAYA SIKATAN NYAMBER WALANG (Seperti burung sikatan menyambar belalang). Yang lincah dalam menghindar dikatakan: KAYA PRENJAK TINAJI (Seperti burung prenjak dilempari paser). Yang amat trengginas dikatakan: CUKAT KADYA KILAT KESIT KADYA TATHIT. Jangan dilupakan yang satu ini: KAYA BANTHENG KETATON. Gerakan yang amat membahayakan.
 
 
4. NGGUDEL BINGUNG
 
Gudel: Anak kerbau. Gudel bisa bingung dengan polah tidak karuan barangkali karena ia terpisah dari induknya, padahal ia lapar dan ingin menyusu. Demikian pula manusia yang nggudel bingung adalah manusia yang polah-tingkahnya tidak karuan umumnya karena dikejar kebutuhan.


5. RINDHIK KIRIK (ASU) DIGITIK

Begitu dapat perintah langsung lari.  Dalam hal ini diibaratkan: Anjing yang dipukul pun masih kalah cepat dengan lari kita. Mengapa demikian? Karena kita juga punya motif. Ada tukang bakso lewat lalu ibu suruh panggil, maka kita akan bergegas memanggil. Terlalu lamban salah-salah tukang bakso sudah jauh dan kita tidak kebagian.
 
 
 
Celingukan karena tidak tahu apa yang harus diperbuat. Oleh sebab itu supaya tidak seperti Kethek ditulup (tulup: sumpit), sebelum melakukan sesuatu kesemuanya harus dipersiapkan dengan baik.
 
 
6. KAKEHAN KRESEK
 
Kresek-kresek adalah bunyi yang kurang lebih seperti kertas diremas-remas. Kakehan adalah terlalu banyak. Jadi orang yang “kakehan kresek” adalah orang yang terlalu banyak kesanggupannya tetapi sedikit realisasinya.
 
 
LIDING DONGENG
 
Dalam bertindak melakukan sesuatu, setidaknya ada dua hal yang perlu kita perhatikan:
 
 
1. TANGGUNG JAWAB.
 
Tangan memcencang bahu memikul: Artinya kita harus bertanggung-jawab atas perbuatan kita. Contoh di atas, kalau orang berani menjamin bahwa “ora ana balung rine” tentu harus bertanggung-jawab kalau ternyata duri dan tulangnya amat banyak. Dalam paribasan Jawa dikatakan: wani NANGGUNG MLORODING WUWUNG LAN OWAHING SIRAP (Wuwung: atap; owah: Berubah).
 
 
2. TANPA PAMRIH
 
Bertindak sungguh-sungguh tanpa motif pribadi, dalam paribasan Jawa dikatakan: SEPI ING PAMRIH RAME ING GAWE atau SALIRA DANA (serba ikhlas untuk hal-hal yang dimilikinya).

No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST