Dalam melakukan
sesuatu, perilaku manusia bisa bermacam-macam sesuai situasi dan kondisinya. Di
bawah adalah beberapa contoh paribasan Jawa terkait dengan tindakan manusia dan
bagaimana kelakuan manusia dalam bertindak.
A. TINDAKAN MANUSIA
1. BILA TEORI TIDAK SESUAI KENYATAAN
Banyak hal yang sudah
kita rencanakan dengan baik, sesuai teori yang lazim, ternyata waktu
dilaksanakan semuanya meleset. Dalam
paribasan Jawa dikatakan: OLEH ETUNGE
LUPUT SUNDUKE. Nalar dan teori sudah betul tetapi ketika diterapkan hasilnya
tidak tepat.
Salah satu contoh
sederhana adalah dalam resepsi pernikahan hidangan diperhitungkan cukup, bahkan
dilebihkan 10 persen dari jumlah undangan. Ternyata sajian makanan habis
sebelum waktunya. Rupanya banyak tamu tidak diundang bermodal baju batik dan
amplop kosong ikut numpang makan disitu.
2. TIDAK IKHLAS
Ada orang yang secara
lahir kelihatannya ikhlas tetapi batinnya masih ngganjal. Apabila hal ini
terkait dengan memberi atau meminjamkan sesuatu, akhirnya barang tersebut tidak
jadi diberikan atau dipinjamkan. Dalam paribasan Jawa dikatakan: DIULUNGAKE ENDHASE DIGONDHELI BUNTUTE
(Diulungake: diberikan; digondheli: ditahan/dipegang erat).
Contoh sederhana
adalah: Ada teman mau pinjam sepeda motor, motor saya berikan tetapi STNKnya
tidak. Bahkan masih saya beri pesan: “Nanti bensinnya mohon diisi”. Akhirnya
teman saya tidak jadi pinjam.
3. GEGABAH, BURUK BAIK DISAMARATAKAN
Tanpa pikir panjang,
perbuatan besar kecil, baik buruk, dianggap sama saja. Bisa juga suatu kondisi.
Misalnya orang gemuk umumnya makannya banyak. Tetapi perlu dicatat bahwa orang
yang makannya banyak belum tentu ia gemuk. Dalam paribasan Jawa disebut dengan DIGEBYAH UYAH atau CARUK BANYU.
4. TIDAK MAWAS DIRI
Mencela orang lain,
tidak menyadari bahwa dirinya sendiri juga penuh cacat cela. Dalam paribasan
Jawa dikatakan: KAWUK ORA WERUH MARANG
SALIRANE (Kawuk: Badan yang sudah amat tua).
5. TERLALU PEMILIH
Ada orang yang kalau
memilih sesuatu amat lama, tetapi akhirnya malah dapat yang jelek. Dalam
paribasan Jawa dikatakan: PILIH-PILIH
TEBU. Bisa juga ditambah kata BOLENG di belakang kata TEBU.
Mengapa “tebu” yang
dipilih, mari kita lihat suasana orang yang mau memilih satu diantara sekian
banyak batang tebu. Nyaris sama semuanya,
dan karena capek memilih, akhirnya ambil satu, ternyata malah yang
paling jelek (boleng). Paribasan ini banyak dikaitkan dengan wanita yang sulit
pilih suami. Selalu ada kurang ini itunya. Karena usia semakin tua dan harus
memilih, akhirnya wanita itu menjatuhkan pilihan, dan ternyata yang dipilih
adalah yang terjelek dari semua yang pernah ia pilih.
6. TEKAD YANG SUDAH BULAT
Bila tekad sudah
bulat, ulat madhep ati karep untuk melakukan sesuatu, maka ia akan pantang
mundur. Semua penghalang akan dia babat habis. Semangatnya adalah: RAWE-RAWE RANTAS MALANG-MALANG PUTUNG.
Semua yang rawe-rawe (terjurai dihadapannya) akan rantas dan semua yang
malang-malang (menghalangi jalan) akan dipatahkan habis.
7. TIDAK MENGAMBIL RISIKO
Kebalikan dari orang
yang “rawe-rawe rantas malang-malang putung”, teman yang satu ini lebih memilih
tidak mengambil risiko. Kalau di depan ada penghalang, mengapa tidak kita
singkiri saja dan cari jalan lain. Orang seperti ini sering dicap pengecut,
walau sebenarnya tidak. Ia tidak melarikan diri, hanya mencari jalan simpang.
Dalam paribasan Jawa dikatakan: ANA
BAPANG SUMIMPANG (Bapang: papan yang dipaku pada tiang diletakkan di
pinggir jalan untuk petunjuk nama jalan atau nama desa)
8. TIDAK ADA MASALAH
Bila tidak ada
hal-hal yang mengkhawatirkan, tentunya tidak ada alasan untuk bingung. Kita
katakan ORA ANA BALUNG RINE dadi ora
susah sumelang. (Balung: Tulang; Ri: Duri, karena dikaitkan dengan balung maka
yang dimaksud adalah duri ikan; Sumelang: was-was).
Hati-hati kalau yang
mengatakan “ora ana balung rine” ini adalah orang yang gegabah atau orang yang
mau menyesatkan kita. “Ora ana balung rine mas, pokoke aman. Diterima saja”.
Kalau ini barang tidak halal, bisa menyesal di kemudian hari.
B. RESPONS PERILAKU MANUSIA DALAM BERTINDAK
Pada umumnya yang
“action”nya tampak nyata saja yang banyak diungkapkan dalam paribasan. “Action”
yang wajar-wajar saja rupanya tidak begitu menarik untuk diungkapkan dalam
paribasan. Di bawah adalah beberapa contoh:
1. KAYA DIDADAH LENGA KEPUH
Dadah: Pijat/Urut;
Lenga: Minyak; Kepuh: Sejenis pohon besar di hutan. Arti harfiah “didadah lenga
kepuh” adalah diurut dengan menggunakan minyak pohon kepuh, yang merupakan
pohon dari hutan. Orang yang “didadah nganggo lenga kepuh” dengan demikian
mewakili perilaku orang yang tidak tahu tatakrama, seperti orang terisolir yang
jauh dari norma pergaulan bermasyarakat umum.
2. KAYA KINJENG TANPA SOCA
Soca: Mata. Orang
yang gerakannya diibaratkan seperti capung tanpa mata adalah orang yang kesana
kemari tanpa tujuan yang jelas.
3. KAYA JANGKRIK MAMBU
KILI
Bagi yang suka adu
jangkrik tentu tahu gambaran “jangkrik” yang dikili-kili bagian depan
kepalanya. Ia akan melabrak bahkan menggigit alat pengili kita. Demikian pula
gerakan orang ngamuk membabibuta yang digambarkan sebagai jangkrik mambu kili.
CATATAN:
Ungkapan “kaya
jangkrik mambu kili” banyak digunakan dalam menggambarkan bagaimana gerakan
seorang prajurit dalam berperang. Dalam hal ini adalah untuk cara berperang yang
membabibuta. Contoh lain: Seorang yang lincah dalam gerakannya dikatakan
sebagai: KAYA SIKATAN NYAMBER WALANG (Seperti burung sikatan menyambar
belalang). Yang lincah dalam menghindar dikatakan: KAYA PRENJAK TINAJI (Seperti
burung prenjak dilempari paser). Yang amat trengginas dikatakan: CUKAT KADYA
KILAT KESIT KADYA TATHIT. Jangan dilupakan yang satu ini: KAYA BANTHENG KETATON.
Gerakan yang amat membahayakan.
4. NGGUDEL BINGUNG
Gudel: Anak kerbau.
Gudel bisa bingung dengan polah tidak karuan barangkali karena ia terpisah dari
induknya, padahal ia lapar dan ingin menyusu. Demikian pula manusia yang
nggudel bingung adalah manusia yang polah-tingkahnya tidak karuan umumnya
karena dikejar kebutuhan.
5. RINDHIK KIRIK (ASU) DIGITIK
Begitu dapat perintah langsung lari. Dalam hal ini diibaratkan: Anjing yang dipukul pun masih kalah cepat dengan lari kita. Mengapa demikian? Karena kita juga punya motif. Ada tukang bakso lewat lalu ibu suruh panggil, maka kita akan bergegas memanggil. Terlalu lamban salah-salah tukang bakso sudah jauh dan kita tidak kebagian.
5. RINDHIK KIRIK (ASU) DIGITIK
Begitu dapat perintah langsung lari. Dalam hal ini diibaratkan: Anjing yang dipukul pun masih kalah cepat dengan lari kita. Mengapa demikian? Karena kita juga punya motif. Ada tukang bakso lewat lalu ibu suruh panggil, maka kita akan bergegas memanggil. Terlalu lamban salah-salah tukang bakso sudah jauh dan kita tidak kebagian.
Celingukan karena
tidak tahu apa yang harus diperbuat. Oleh sebab itu supaya tidak seperti Kethek
ditulup (tulup: sumpit), sebelum melakukan sesuatu kesemuanya harus
dipersiapkan dengan baik.
6. KAKEHAN KRESEK
Kresek-kresek adalah
bunyi yang kurang lebih seperti kertas diremas-remas. Kakehan adalah terlalu
banyak. Jadi orang yang “kakehan kresek” adalah orang yang terlalu banyak
kesanggupannya tetapi sedikit realisasinya.
LIDING DONGENG
Dalam bertindak
melakukan sesuatu, setidaknya ada dua hal yang perlu kita perhatikan:
1. TANGGUNG JAWAB.
Tangan memcencang
bahu memikul: Artinya kita harus bertanggung-jawab atas perbuatan kita. Contoh
di atas, kalau orang berani menjamin bahwa “ora ana balung rine” tentu harus
bertanggung-jawab kalau ternyata duri dan tulangnya amat banyak. Dalam
paribasan Jawa dikatakan: wani NANGGUNG
MLORODING WUWUNG LAN OWAHING SIRAP (Wuwung: atap; owah: Berubah).
2. TANPA PAMRIH
Bertindak
sungguh-sungguh tanpa motif pribadi, dalam paribasan Jawa dikatakan: SEPI ING PAMRIH RAME ING GAWE atau SALIRA DANA (serba ikhlas untuk hal-hal
yang dimilikinya).
No comments:
Post a Comment