Rakyat
di "negara yang ka eka adi dasa purwa, panjangpunjung loh jinawi, gemah ripah tata tentrem kerta raharja” pada posting saya sebelum ini, pasti hidupnya merasa diayomi, hatinya ayem dan kehidupan masyarakatnya tentrem
AYOM
Ayom
berarti teduh. Kalau kita duduk di bawah pohon rindang kemudian kena hembusan
air sepoi-sepoi, pasti akan timbul rasa ngantuk. Adalah sebuah pohon yang menjadi perlambang rasa “ayom” ini, yaitu pohon “Gayam” (Inocarpus fagiferus). Pohon ini dapat
dilihat di kompleks Keraton Yogyakarta. Kata “gayam” di akronim kan sebagai “anggayuh ayom”. (gayuh, gegayuhan:
cita-cita; ayom: teduh). Menggambarkan sebuah visi untuk menciptakan Yogyakarta
yang “ayom” dan seterusnya “ayem tentrem”.
Siapa
yang membuat rasa ayom untuk rakyat? Tentusaja bukan pohon “gayam”nya, kecuali manusia
memang sedang kegerahan karena panas kemudian berteduh di bawahnya. Sudah barang tentu
yang membuat ayom adalah pemimpinnya yang punya sifat “pengayom”. Pemimpin yang “ngayomi” rakyatnya kurang-lebihnya adalah pemimpin yang melindungi
rakyatnya, punya tenggang-rasa, menegakkan hukum dan mampu memberi solusi untuk
masalah-hasalah yang terjadi. Dalam ungkapan Jawa ada sebutan “sanggar waringin” untuk seorang yang
dicintai masyarakat karena punya sifat “ngayomi”
(NB. Bukan “sanggar gayam”)
AYEM
AYEM
Karena merasa mendapat pengayoman, maka hati rakyat merasa “ayem”. Disisi lain pemimpin juga harus mempunyai sifat mampu “ngayemi” rakyatnya. Pemimpin harus bisa berperan sebagai bapak, kakak maupun saudara. Harus didukung sifat “susila anoraga”, tutur katanya halus plus ekspresi wajah yang cerah dan tidak menjaga jarak dengan rakyatnya.
Dalam
Serat Wedhatama disebutkan salah satu keteladanan Panembahan Senapati yaitu “amemangun karyenak tyasing sesama” yang
terjemahannya: berupaya menyenangkan hati semua orang. Bisa “ngayemi” rakyatnya. Demikian pula juga
ada kalimat “wignya met tyasing sesami”
yang artinya: pandai mengambil hati semua orang.
TENTREM
TENTREM
Kalau
semua orang merasa “ayom dan ayem” maka
kehidupan masyarakat akan tenteram, aman dan damai. Damai dalam kehidupan
masyarakat merupakan daya tarik bagi orang-orang dari negara lain untuk
berkunjung. Berniaga, berwisata dll. Kemakmuran akan semakin meningkat sehingga
negara semakin “gemah ripah”.
NGAYOMI, NGAYEMI DAN NGAYATI
NGAYOMI, NGAYEMI DAN NGAYATI
Tentusaja
“ngayomi” dan “ngayemi” yang secara ringkas dapat diterjemahkan sebagai
“melindungi dan menenangkan” harus ditindaklanjuti dengan “ngayati” yang berarti “melaksanakan” misinya. Ngayemi bukan sekedar “ngeyem-yemi” untuk “ngayomi”
tanpa langkah-langkah konkrit yang bermakna, kalau begitu namanya kan “omdo”,
ngomong doang, bukan sifat seorang yang “ambeg adil paramarta” (IwMM)
No comments:
Post a Comment