Friday, December 23, 2011

SERAT WULANGREH: DEDUGA, PRAYOGA, WATARA dan RERINGA

Kehati-hatian orang Jawa dalam mengambil keputusan tercermin dalam empat kata berjenjang ini “Deduga, prayoga, watara dan reringa”. Hal ini  supaya tidak salah di kemudian hari, sesuai dengan peribahasa dalam bahasa Indonesia “Pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna”. Leluhur kita mengajarkan supaya segala sesuatu dipertimbangkan masak-masak supaya tidak “keduwung buri” (menyesal di belakang hari).


MAKNA TEMBANG

Empat kata” ini dapat dibaca pada Serat Wulangreh, pupuh pangkur, khususnya pada bait ke 2, 3 dan 4 sebagai berikut:


Inti maksud per bait kurang lebih sebagai berikut:

(2) Deduga, prayoga, watara dan riringa tidak boleh ditinggalkan saat kita bangun, duduk, berdiri dan berjalan, baik saat berbicara, diam bahkan saat tidur.

(3) Dalam segala hal, dalam kegiatan besar maupun kecil, setiap hari, siang maupun malam, orang kota maupun orang desa, semua orang yang masih bernapas, empat hal tersebut tidak boleh ditinggalkan.

(4) Kalau ada manusia meninggalkan duga dan prayoga, dia tidak layak bergaul dengan orang banyak. Orang yang tidak tahu tatakrama (degsura), kurang ajar (daludur) dan sombong ( tan wruh ing edir) seperti ini jangan didekati karena hanya menimbulkan kesusahan.

Dapat disimpulkan bahwa keempat hal tersebut: Deduga, prayoga, watara dan reringa tidak boleh ditinggalkan oleh siapa saja sepanjang masih bernapas, baik orang kota maupun orang desa,  baik siang maupun malam. Orang yang meninggalkan keempat hal tersebut termasuk


EMPAT LANGKAH MENGAMBIL KEPUTUSAN

"DEDUGA" boleh diartikan sebelum melangkah harus dipertimbangkan. Sebuah contoh sederhana adalah kita punya pegawai yang bodoh di kantor. Tiap hari bikin kita marah karena pekerjaannya. Lalu mau kita apakan dia? Dipecatkah? Jangan keburu memecat. Pertimbangkan dulu baik-baik.

"PRAYOGA" sebaiknya bagaimana? Apa untungnya memecat dan mengganti? Demikian pula apa ruginya? Mengganti orang baru sebenarnya sama saja dengan beli kucing dalam karung. Kita tetap tidak tahu baik buruknya. Orang yang mau kita ganti ini bodoh tapi jujur dan loyal, jangan-jangan nanti kalau dapat orang baru, kita dapat yang pandai tapi tidak disiplin dan suka mencuri? “Dados prayoganipun kadospundi? Ya kita rembug sama-sama.

"WATARA" tetap kita harus mengira-ira lagi dengan mempertimbangkan berbagai hal secara seimbang. Kita perlu konsultasi atau minta pendapat orang lain, tetapi yang memutuskan ya tetap kita.

"RERINGA" mengingatkan lagi bahwa kita harus berhati-hati dan benar-benar yakin sebelum mengetok palu.


PERTIMBANGAN BUKAN BERARTI LAMBAN

Hal ini yang menyebabkan seolah-olah orang Jawa lambat mengambil keputusan. Pada jaman sekarang, jaman yang serba cepat dimana perubahan bisa terjadi dalam hitungan menit, kelambatan mengambil keputusan bisa sama jeleknya dengan salah mengambil keputusan.

Deduga, prayoga, watara dan reringa” adalah pelajaran jaman dulu. Intisarinya amat bagus, jangan gegabah. Yang diperlukan adalah kecepatan. Guna memperbaiki kecepatan pada jaman sekarang sudah banyak sekali “toolkit” manajemen yang bisa kita pelajari. Misalnya saja analisis SWOT yang mempelajari Strength (Kekuatan), Weakness (Kelemahan), Opportunity (peluang) dan Threat (Ancaman) yang pada hakekatnya adalah analisis DPWR (Deduga, Prayoga, Watara dan Reringa) yang sudah dibuat lebih sistematis dan terstruktur.

Jadi, cara mengambil keputusan melalui “deduga, prayoga, watara dan reringa” bukan penyebab kelambanan. Kalau ada yang lamban maka yang lamban adalah “manusianya” yang terlalu mangu-mangu (ragu-ragu) bukan ajarannya. Ungkapan Jawa yang lain terkait dengan kebalikan hal ini adalah “Kurang duga prayoga” dan Kaduk wani kurang deduga”. Maknanya hampir sama, hanya yang pertama menekankan pada lemahnya pertimbangan sedang yang kedua menitikberatkan pada kegegabahan dalam bertindak (IwMM)


CATATAN:
Menurut Bausastra Jawa, Poerwadarminta, 1939:
Duga: Nganggo dipikir dhisik untuk baiknya (demi baiknya semua tindakan harus dipikir terlebih dahulu)
Duga-prayoga: Pangrembug kang murih becike (berembug untuk baiknya)
Duga-wetara: Pamikir, panemu (buah pikiran, pendapat)
Prayoga: Pertimbangan baik
Watara: Pangira-ira (Perkiraan)
Reringa: Kanthi pangati-ati merga gojag-gajeg (Dengan penuh kehati-hatian karena masih ragu-ragu)

No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST