Ada lima binatang yang dijadikan perumpamaan dalam serat Wulangreh anggitan Ssusuhunan Sri Pakubuwana IV. Semuanya binatang yang cukup akrab dengan orang Jawa pada masa itu, yaitu Kijang, Gajah, Ular, Kerbau dan Anjing. Gajah memang bukan binatang asli Jawa, tetapi semua orang tahu gajah.
KIJANG, GAJAH, ULAR
Tentang KIJANG, GAJAH dan ULAR, telah saya tulis dalam posting pertama blog ini, Serat Wulangreh: Adigang Adigung Adiguna. Dalam Pupuh ke tiga (Sekar Gambuh) bait ke 4 sd 10 ketiga binatang itu dibahas dengan jelas. Kijang mewakili sifat Adigang yaitu kekuatan, Gajah mewakili sifat Adigung yaitu kekuasaan dan Ular mewakili sifat Adiguna, yaitu kepandaian.
Pada bait ke 4 di bawah, disebutkan bahwa Sifat Adigang diwakili oleh "Kijang", Adigung oleh Gajah (esthi) dan Adiguna oleh ular.
Terjemahan bait ke 4: Adalah ceritera; Adiguna adigang adigung; Kijang adalah adigang dan gajah adalah adigung; Adiguna adalah ular; Ketiganya mati bersama (sampyuh)
Apa yang diandalkan oleh kijang, gajah dan ular dapat dilihat pada bait ke 5 di bawah. Kijang sombong dengan kecepatannya melompat, gajah dengan badannya yang tinggi besar dan ular dengan bisanya yang mematikan.
Ungkapan “Adigang Adigung dan Adiguna” sampai saat ini masih populer dan banyak yang mengerti maksudnya. Hanya binatang yang menjadi contoh mungkin banyak yang tidak tahu kalau tidak membaca “Serat Wulangreh”
KERBAU
KIJANG, GAJAH, ULAR
Tentang KIJANG, GAJAH dan ULAR, telah saya tulis dalam posting pertama blog ini, Serat Wulangreh: Adigang Adigung Adiguna. Dalam Pupuh ke tiga (Sekar Gambuh) bait ke 4 sd 10 ketiga binatang itu dibahas dengan jelas. Kijang mewakili sifat Adigang yaitu kekuatan, Gajah mewakili sifat Adigung yaitu kekuasaan dan Ular mewakili sifat Adiguna, yaitu kepandaian.
Pada bait ke 4 di bawah, disebutkan bahwa Sifat Adigang diwakili oleh "Kijang", Adigung oleh Gajah (esthi) dan Adiguna oleh ular.
Terjemahan bait ke 4: Adalah ceritera; Adiguna adigang adigung; Kijang adalah adigang dan gajah adalah adigung; Adiguna adalah ular; Ketiganya mati bersama (sampyuh)
Apa yang diandalkan oleh kijang, gajah dan ular dapat dilihat pada bait ke 5 di bawah. Kijang sombong dengan kecepatannya melompat, gajah dengan badannya yang tinggi besar dan ular dengan bisanya yang mematikan.
Ungkapan “Adigang Adigung dan Adiguna” sampai saat ini masih populer dan banyak yang mengerti maksudnya. Hanya binatang yang menjadi contoh mungkin banyak yang tidak tahu kalau tidak membaca “Serat Wulangreh”
KERBAU
Selanjutnya tentang KERBAU juga telah banyak saya tulis, salah satunya silakan merujuk Serat Wulangreh: Manusia dan Kerbau.
Sudah nasib kerbau dianggap sebagai binatang yang lamban dan bodoh. Beruntunglah saya membaca Serat Wulangreh. Terhiburlah hati saya, karena dalam pupuh ke 11, sekar Asmaradana bait ke lima disebutkan:
Terjemahannya: Tidak gampang orang hidup; Kalau tidak tahu hidupnya; Hidupnya sama dengan kerbau; Lebih baik daging kerbau; masih boleh dimakan; Sedangkan daging manusia; Kalau dimakan pasti haram.
Pada pupuh pupuh sebelumnya telah banyak pitutur (nasihat) dan wewaler (larangan) yang disampaikan Susuhunan Pakubuwana IV supaya manusia bisa melaksanakan kehidupannya dalam berhubungan dengan sesama manusia maupun dalam berhubungan dengan Allah Swt. Manusia yang tidak tahu tentang itu, disamakan dengan kerbau. Bahkan masih lebih baik kerbau karena dagingnya bisa dimakan.
Tiga binatang yang pertama, Kijang, Gajah dan Ular mewakili manusia yang sombong karena punya kelebihan. Selanjutnya yang ke empat adalah Kerbau, mewakili sifat kebalikannya, yaitu orang yang tidak tahu bagaimana harus hidup (mengikuti pituduh dan tidak nerak wewaler seperti banyak disebutkan dalam pupuh-pupuh yang lain dalam Serat Wulangreh ini)
ANJING
Adapun binatang ke lima atau terakhir adalah ANJING. Disini Anjing mewakili sifat “Dahwen ati open”. Ungkapan ini mengandung arti orang yang suka mencela tetapi sebenarnya ingin. Mungkin Sri Pakubuwana IV mengambil contoh anjing karena suka menyalak. Dapat dibaca pada Pupuh ke dua, sekar Kinanthi, pada bait ke 15.
ANJING
Adapun binatang ke lima atau terakhir adalah ANJING. Disini Anjing mewakili sifat “Dahwen ati open”. Ungkapan ini mengandung arti orang yang suka mencela tetapi sebenarnya ingin. Mungkin Sri Pakubuwana IV mengambil contoh anjing karena suka menyalak. Dapat dibaca pada Pupuh ke dua, sekar Kinanthi, pada bait ke 15.
Terjemahan bebasnya kurang lebih sebagai berikut:
Seperti anjing; Orang yang seperti itu juga; “Dahwen open” tidak pantas; Bila kamu duduk berdekatan; Tidak urung ketularan; Lebih baik kau singkiri.
Itulah lima binatang yang mendapat kehormatan dijadikan contoh oleh Sri Pakubuwana IV. Pertanyaannya: Seperti yang manakah kita? Kijang, Gajah, Ular, kerbau atau Anjing? Jangan-jangan kelima-limanya ada dalam diri kita. Merasa kuat, merasa kuasa, merasa pandai, sekaligus dimana saja dan kapan saja selalu mencela. Tetapi karena saking tololnya, dikasih tahu juga tetep tidak “dhong”. (IwMM)
No comments:
Post a Comment